Selasa, 05 Juni 2018

Pengertian Sanad dan Matan

Makalah Mata Kuliah Ilmu Hadits
SANAD DAN MATAN

 


Logo-UIN-Alauddin-Makassar.png




Disusun Oleh Kelompok 7

Ibrahim T. S. Assawala                  70100117078
Egidia Djuti Safitri                          70100117006
Nurafiah Alfianti Nur                     70100117022
Dinda Nuralifiah                            70100117044
Yuliani                                           70100117030





PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA – GOWA
2018
       Dalam hadits, persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur yang penting yang menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadits. Sanad adalah pengantar matan, sedangkan matan adalah isi/substansi hadits yang diriwayatkan oleh rawi. Kedua unsur itu begitu penting artinya, dan diantara satu dengan yang lainnya saling berkaitan erat, sehingga kekosongan salah satunya akan berpengaruh dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadits. Karenanya suatu berita yang tidak memiliki sanad tidak dapat disebut sebagai hadits, demikian sebaliknya dengan matan. Sebuah matan hadits sangat memerlukan keberadaan sanad sebagai sandarannya. Jika dilihat dari posisinya, maka sanad berada di awal hadits, matan ada di tengah hadits, sedangkan rawi ada di akhir hadits.

Pengertian Sanad
       Sanad menurut bahasa adalah المعتمد (sandaran tempat, bersandar).  Sedangkan menurut istilah adalah الطريقه الوصل الى المتن (jalan yang menyampaikan kepada jalan hadits). Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah SAW.
       Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalany, Sanad adalah jalur periwayatan yang dapat menghubungkan matan hadits kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut:
       Sabda Rasulullah SAW, didengar oleh sahabat (orang yang dekat dengan nabi selama hidupnya), sahabat ini kemudian meyampaikan kepada tabiin (orang yang hidup setelah nabi wafat, namun masih mendapat sahabat nabi), kemudian tabiin menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits , seperti Imam Muslim, Imam al-Bukhari, Imam Abu Daud, dsb.
     
  Contoh:
       Ketika meriwayatkan hadits Nabi SAW, Al-Bukhari berkata; hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkam kepada saya oleh C, dan C berkata diucapakn kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh nabi Muhammad SAW.
       Dilihat dari fungsinya, sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Sebuah hadits dapat dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya. Lapisan dalam sanad disebut dengan “Thaqabah”. Signifikansi jumlah sanad dan penutup dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat atau kualitas hadits.
       Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah sanad, diantaranya kata-kata seperti al-Isnad, al-Musnid, dan al-Musnad. Bebeapa istilah tersebut, secara terminologis mempunyai arti yang sangat luas sebagaiman yang dikembangkan oleh para ulama.
       Kata “al-Isnad” berarti menyandarkan. mengasalkan (mengembalikan ke asal), dan mengangkat. Yang dimaksud sanad disini adalah menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya (raf’u al-hadits ila qa”ilih atau ’azwu al-hadits qa’ilih). Menurut at-Tiby sebenarnya kata al-isnad dan as-sanad digunakan oleh para ahli hadits dengan pengertian yang sama.
       Selanjutnya kata “al-musnad” mempunyai beberapa arti. Bisa berarti hadits yang disandarkan atau dimusnadkan oleh seseorang bisa berarti kumpulan hadits yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanad-sanadnya secara lengkap seperti musnad, al-Firdaus; bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan sistem penyusunan berdasarkan nama nama para sahabat, para perawi hadits seperti kitab Musnad Ahmad, bisa juga nama hadits yang marfu’ dan muttasil (hadit yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW dan sanadnya bersambung). Jadi, yang perlu dicermati dalam memahami Alhadits terkait dengan sanadnya ialah menyangkut:
a.       Keutuhan sanadnya;
b.      Jumlah perawinya.
Adapun kriteria yang telah dirumuska oleh para ulama tentang syarat pada sanad adalah sebagai berikut:
a.       Sanad hadits tersebut harus bersambung
b.      Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil
c.       Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabit
d.      Sanad hadits itu terhindar dari syadz (syuzuz)
e.       Sanad hadits itu terhindar dari ‘illat

Pengertian Matan
       Kata “matan” atau “al-Matn” menurut bahasa berarti “mairtafa’a man al-ardli” (tanah yang meninggi). Sedang menurut istilah adalah “kalimat tempat berakhirnya sanad”, atau dengan redaksi lain adalah lafadz-lafadz hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu.
       Disamping itu ada juga redaksi yang lebih sederhana lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad (gayah al-sanad). Jadi dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi atau lafadz hadits itu sendiri.
       Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalany, matan adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir
       Berkenaan dengan matan atau redaksi hadits, maka yang perlu dicermati dalam memahami hadits  adalah :
a.       Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, dan
b.      Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjjutnya dengan ayat dalam Al-Qur’an (apakah ada yang bertolak belakang)
Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
       Yang dimaksud dengan “kandungan matan” disini adalah teks yang terdapat di dalam isi Matan suatu hadits mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, atau tegasnya kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu hadits. Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu hadits adalah karena periwayatan hadits dilakukan secara makna saja (riwayah bil ma’na), hal ini tentunya akan menimbulkan perbedaan penafsiran didalam memaknai hadits sehingga memberi peluang untuk terjadinya keragaman susunan redaksi matan hadits.
Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
       Dilihat dari kedudukannya, posisi sanad dalam sebuah hadits sangatlah penting, karena hadits yang diperoleh atau diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadits yang shahih atau tidak, untuk diamalkan, Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum Islam
       Terdapat beberapa hadits dana atsar yang menerangkan keutamaaan sanad, di antaranya sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Sirin, beliau berkata bahwa Ilmu ini (yaitu hadits) adalah agama, karena itulah telitilah orang-orang yang kamu mengambil agamamu dari mereka.
       Abdullah Ibnu Mubarak berkata bahwa, menerangkan sanad hadits, termasuk tugas agama. Andaikata tidak diperlukan sanad, tentu siapa saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya. Antara kami dengan mereka, ialah sanad. Perumpamaan orang yang mencari hukum-hukum agamanya, tanpa memerlukan sanad, adalah seperti orang yang menaiki loteng tanpa tangga.




Daftar Pustaka
Asqalani, Ibnu Hajar. 1998. Bulughul Maram. Mizan Pustaka: Bandung
Herdi, Asep. 2014. Memahami Ilmu Hadits. Ikapi: Bandung