Makalah Mata Kuliah Ilmu Hadits
SANAD DAN MATAN
Disusun Oleh Kelompok 7
Ibrahim T. S. Assawala 70100117078
Egidia Djuti Safitri 70100117006
Nurafiah Alfianti Nur 70100117022
Dinda Nuralifiah 70100117044
Yuliani 70100117030
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA – GOWA
2018
Dalam hadits, persoalan
sanad dan matan merupakan dua unsur yang penting yang menentukan keberadaan dan
kualitas suatu hadits. Sanad adalah pengantar matan, sedangkan matan adalah
isi/substansi hadits yang diriwayatkan oleh rawi. Kedua unsur itu begitu penting
artinya, dan diantara satu dengan yang lainnya saling berkaitan erat, sehingga
kekosongan salah satunya akan berpengaruh dan bahkan merusak eksistensi dan
kualitas suatu hadits. Karenanya suatu berita yang tidak memiliki sanad tidak
dapat disebut sebagai hadits, demikian sebaliknya dengan matan. Sebuah matan
hadits sangat memerlukan keberadaan sanad sebagai sandarannya. Jika dilihat
dari posisinya, maka sanad berada di awal hadits, matan ada di tengah hadits,
sedangkan rawi ada di akhir hadits.
Pengertian Sanad
Sanad menurut bahasa adalah المعتمد (sandaran tempat, bersandar).
Sedangkan menurut istilah adalah الطريقه الوصل
الى المتن (jalan yang menyampaikan kepada jalan
hadits). Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat
hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah SAW.
Menurut Ibnu Hajar
Al-Asqalany, Sanad adalah jalur periwayatan yang dapat menghubungkan matan
hadits kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk memahami pengertian sanad, dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sabda Rasulullah SAW,
didengar oleh sahabat (orang yang dekat dengan nabi selama hidupnya), sahabat
ini kemudian meyampaikan kepada tabiin (orang yang hidup setelah nabi wafat,
namun masih mendapat sahabat nabi), kemudian tabiin menyampaikan pula kepada
orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh
imam-imam ahli hadits , seperti Imam Muslim, Imam al-Bukhari, Imam Abu Daud,
dsb.
Contoh:
Ketika meriwayatkan hadits
Nabi SAW, Al-Bukhari berkata; hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A
berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkam kepada saya oleh
C, dan C berkata diucapakn kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada
saya oleh nabi Muhammad SAW.
Dilihat dari fungsinya,
sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Sebuah hadits dapat dapat
memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan
sanadnya. Lapisan dalam sanad disebut dengan “Thaqabah”. Signifikansi jumlah
sanad dan penutup dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat atau
kualitas hadits.
Terdapat beberapa istilah
yang berkaitan dengan istilah sanad, diantaranya kata-kata seperti al-Isnad,
al-Musnid, dan al-Musnad. Bebeapa
istilah tersebut, secara terminologis mempunyai arti yang sangat luas
sebagaiman yang dikembangkan oleh para ulama.
Kata
“al-Isnad” berarti
menyandarkan. mengasalkan (mengembalikan ke asal), dan mengangkat. Yang
dimaksud sanad disini adalah menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya
(raf’u al-hadits ila qa”ilih atau ’azwu al-hadits qa’ilih). Menurut at-Tiby sebenarnya
kata al-isnad dan as-sanad digunakan oleh para ahli hadits dengan
pengertian yang sama.
Selanjutnya
kata “al-musnad” mempunyai
beberapa arti. Bisa berarti hadits yang disandarkan atau dimusnadkan oleh
seseorang bisa berarti kumpulan hadits yang diriwayatkan dengan menyebutkan
sanad-sanadnya secara lengkap seperti musnad, al-Firdaus; bisa berarti nama suatu kitab yang
menghimpun hadits-hadits dengan sistem penyusunan berdasarkan nama nama para
sahabat, para perawi hadits seperti kitab Musnad Ahmad, bisa juga nama hadits
yang marfu’ dan muttasil (hadit yang disandarkan kepada nabi Muhammad
SAW dan sanadnya bersambung). Jadi, yang perlu dicermati dalam memahami Alhadits
terkait dengan sanadnya ialah menyangkut:
a. Keutuhan
sanadnya;
b. Jumlah
perawinya.
Adapun kriteria yang telah dirumuska oleh para ulama tentang syarat pada
sanad adalah sebagai berikut:
a. Sanad hadits
tersebut harus bersambung
b.
Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil
c.
Seluruh periwayat dalam sanad bersifat
dhabit
d.
Sanad hadits itu terhindar dari syadz
(syuzuz)
e. Sanad hadits
itu terhindar dari ‘illat
Pengertian Matan
Kata “matan” atau “al-Matn”
menurut bahasa berarti “mairtafa’a man al-ardli” (tanah yang
meninggi). Sedang menurut istilah adalah “kalimat tempat berakhirnya sanad”,
atau dengan redaksi lain adalah lafadz-lafadz hadits yang didalamnya mengandung
makna-makna tertentu.
Disamping itu ada juga
redaksi yang lebih sederhana lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung
sanad (gayah al-sanad). Jadi dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
matan adalah materi atau lafadz hadits itu sendiri.
Menurut Ibnu Hajar
Al-Asqalany, matan adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir
pada sanad yang terakhir
Berkenaan dengan matan atau
redaksi hadits, maka yang perlu dicermati dalam memahami hadits adalah :
a. Ujung sanad
sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, dan
b. Matan hadits
itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya
(apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjjutnya dengan ayat dalam
Al-Qur’an (apakah ada yang bertolak belakang)
Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
Yang dimaksud dengan
“kandungan matan” disini adalah teks yang terdapat di dalam isi Matan suatu
hadits mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan yang disandarkan kepada
Rasulullah SAW, atau tegasnya kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu
hadits. Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu hadits adalah
karena periwayatan hadits dilakukan secara makna saja (riwayah bil ma’na),
hal ini tentunya akan menimbulkan perbedaan penafsiran didalam memaknai hadits
sehingga memberi peluang untuk terjadinya keragaman susunan redaksi matan
hadits.
Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
Dilihat dari kedudukannya, posisi
sanad dalam sebuah hadits sangatlah penting, karena hadits yang diperoleh atau diriwayatkan
akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan
hadits dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadits
yang shahih atau tidak, untuk diamalkan, Sanad merupakan jalan yang mulia untuk
menetapkan hukum Islam
Terdapat beberapa hadits
dana atsar yang menerangkan keutamaaan sanad, di antaranya sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Sirin, beliau berkata bahwa Ilmu ini (yaitu
hadits) adalah agama, karena itulah telitilah orang-orang yang kamu mengambil
agamamu dari mereka.
Abdullah Ibnu Mubarak
berkata bahwa, menerangkan sanad hadits, termasuk tugas agama. Andaikata tidak
diperlukan sanad, tentu siapa saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya.
Antara kami dengan mereka, ialah sanad. Perumpamaan orang yang mencari
hukum-hukum agamanya, tanpa memerlukan sanad, adalah seperti orang yang menaiki
loteng tanpa tangga.
Daftar Pustaka
Asqalani, Ibnu Hajar. 1998. Bulughul Maram. Mizan Pustaka:
Bandung
Herdi, Asep. 2014. Memahami Ilmu Hadits. Ikapi: Bandung